Laman

Tuesday, November 15, 2011

Politik Hukum Berwawasan Nasional Untuk Indonesia Yang Lupa


Saya fikir kita setuju bahwa Indonesia merupakan Negara yang besar dan kaya.  Suatu Negara Kepulauan yang memiliki wilayah sepanjang 3.000 mil laut berupa hamparan laut luas dari Merauke sampai Sabang. Dengan jumlah pulau lebih dari 17.500 meliputi wilayah laut yurisdiksi nasional lebih kurang 5,8 juta m2, Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia terletak pada posisi yang sangat trategis, yaitu pada persilangan dua benua dan dua samudera, serta memiliki wilayah laut yang memiliki kekayaan laut yang besar, sekaligus sebagai urat nadi perdagangan dunia. 

Berangkat dari suatu pandangan terhadap kondisi bangsa ini, saya berfikir mengenai suatu kehidupan politik hukum Indonesia yang seharusnya kokoh dan mampu memakmurkan rakyatnya. Dalam tulisan ini, saya ingin mengajak bangsa ini untuk sadar akan kekuatan yang kita miliki. Bagaimana sejarah mengisahkan kepada kita mengenai kekuatan besar nusantara di masa lalu. Di kala Majapahit dulu mampu menguasai hamper separuh dunia ini dengan konsep Negarakertagamanya. Dari situ saya melihat sesungguhnya Negara ini pernah memiliki suatu konsep pemikiran mengenai hukum dan pemerintahan yang sungguh luar biasa, tapi sayang sekali saat ini kita justru diombang-ambing oleh doktrin-doktrin Negara-negara luar. Saya ingin mengajak bangsa ini untuk kembali lagi pada jati dirinya. Kita harus sadar akan kekuatan bangsa sendiri, tidak perlu segan atau terpukau oleh bangsa-bangsa lainnya.

Wawasan nusantara sebuah usaha mngembalikan jati diri bangsa
Wawasan nasional merupakan sebuah cara pandang suatu bangsa sebagai Negara tentang diri dan lingkungannya terhadap eksistensinya yang serba terhubung serta pembangunannya di dalam bernegara ditengah-tengah lingkungannya, baik nasional, regional, maupun secara global. Dalam perjuangan suatu Negara untuk mencapai kejayaan, terdapat tiga hal penting yang wajib diperhatikan, yaitu bumi/ruang di mana bangsa itu hidup, jiwa, tekad dan semangat rakyatnya, serta lingkungan.
Wawasan nasional Indonesia, berlandaskan atas wawasan nasional secara universal, dibentuk dan dijiwai atas kondisi sosial lingkungan dan kondisi lingkungan serta keberadaan sejarah bangsa ini. pemikiran tentang wawasan nasional Indonesia harus dibentuk atas dasar :

1.       Falsafah Pancasila
Dengan falsafah Pancasila yang mengajarkan kita untuk membentuk suatu wawasan nasional yang menuju pada persatuan dan kesatuan dengan tidak menghilangkan cirri, sifat, dan karakter dari kebhinekaan unsure-unsur pembentuk bangsa, yaitu suku bangsa, etnis, dan golongan.

2.       Keadaan geografis wilayah
Keadaan geografi suatu bangsa adalah hal mutlak yang wajib diperhatikan dalam pembentukan suatu wawasan nasional suatu Negara. Indonesia dengan ribuan pulau didalamnya terpisahkan oleh perairan yang sangat luas, menjadi sebuah faktor yang harus diperhatikan untuk membentuk suatu pandangan nasional agar tercipta sistem kenegaraan yang baik.

3.       Pemikiran berdasarkan keadaan sosial budaya
Latar belakang sosial budaya merupakan suatu keadaan yang serta merta diwariskan dan tertanam secara eomosional di dalam hati setiap individu manusia. Secara umum, keadaan sosial suatu bangsa yang heterogen terdiri atas:
-          Agama
-          Pengetahuan
-          Bahasa
-          Mata pencaharian
-          Tekhnologi dan peralatan

Berdasarkan keadaannya, kondisi masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai macam latar belakang. Hal ini di satu sisi menjadi sebuah kekayaan Negara ini, namun di sisi lain memiliki potensi munculnya benturan kepentingan yang memicu konflik, sehingga dibutuhkan suatu sistem yang dapat mewadahi dan mengakomodir perbedaan-perbedaan tersebut sehingga dapat membentuk suatu pandangan bersama dalam kehidupan bernegara.

4.       Berdasarkan aspek sejarah
Kehidupan sebuah Negara tidak lepas dari sejarahnya. Perjuangan mencapai cita-cita suatu Negara terbentuk secara langsung maupun tidak langsung oleh sejarah lampau Negara tersebut baik secara nasional maupun lokal. Di jamannya kerajaan Sriwijaya maupun Majapahit telah mencita-citakan suatu persatuan dan kesatuan wilayah Nusantara. Mpu tantular dengan slogannya Bhineka Tunggal Ika menunjukkan bahwa semangat persatuan di atas perbedaan yang ada telah ada sejak jaman dahulku kala.
Sumpah pemuda (1928) dan organisasi Boedi Oetomo (1908) mengawali cita-cita persatuan bangsa ini dan menolak segala jenis penjajahan yang menimbulkan perpecahan. Wawasan nasional Indonesia dengan latar belakang sejarah yang dimilikinya harus mampu mewujudkan persatuan dan kesatuan tersebut.

Pemikiran-pemikiran di atas tersebut melatarbelakangi terbentuknya suatu wawasan nusantara, yaitu suatu sikap dan cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan dalam menyelenggarakan kehidupan berbangsa demi mencapai tujuan nasional. Hakekat dari wawasan nusantara adalah keutuhan bangsa, selalu memandang secara utuh menyeluruh kehidupan bangsa demi tujuan nasional.

Dengan latar belakang budaya, sejarah, kondisilingkungan geografis dan perkembangan lingkungan strategis, wawasan nusantara meliputi :

1.       Ke dalam
Negara Indonesia harus mencegah dan meminimalisir segala bentuk factor-faktor pemicu terjadinya perpecahan dan disintegrasi bangsa. Wajib membina persatuan dan kesatuan Negara.
Negara Indonesai harus mampu memaksimalkan segala potensi bangsa dan Negara yang dimiliki untuk serta merta kemakmuran rakyatnya sehingga tercipta kehidupan sosial masyarakat yang damai tenteram. Menyatukan perbedaan yang ada sehingga menjadi kekuatan yang besar bagi bangsa ini.

2.       Ke luar
Bangsa Indonesia dalam lingkungan internasional wajib ikut serta melaksanakan keamanan dan ketertiban dunia. Namun, dalam semua aspek kehidupan internasional wajib mengamankan kepentingan nasional baik dalam aspek politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan demi tercapainya tujuan nasional. Indonesia harus mampu menunjukkan jati dirinya kepada dunia internasional sebagai suatu bangsa yang besar dan dunia internasional wajib menghormati Indonesia.

Politik hukum Indonesia yang berwawasan nusantara
Tidak bisa dipungkir bahwa pembentukan hukum suatu Negara tidak lepas dari proses dn sistem politik yang ada di Negara tersebut, dimana terjadi kompromi-kompromi, tawar menawar mengenai penentuan aturan-aturan yang akan ditetapkan kemudian. Hukum Indonesia masa kini telah bergeser dari cita-cita awalnya. Proses pembentukkan hukum yang ada sekarang pun lebih menitikberatkan pada kekuatan politik yang ada tanpa melihat kepentingan bangsa secara menyeluruh. hukum Indonesia dibentuk dan diterapkan hanya demi kepentingan-kepentingan segelintir orang. Peraturan yang ada dibuat dan ditentukan oleh kaum-kaum elit politis, sehingga menjadikan hukum yang ada bersifat orthodox elitis. Hukum lebih digunakan untuk melindungi raksasa-raksasa penguasa ekonomi daripada rakyat kecil yang notabene lebih banyak jumlahnya daripada kaum elit bangsa. Perlindungan bagi kaum minoritas ekonomi rendah hanya bersifat pemanis dalam peraturan-peraturan yang ada.  percaturan politik Indonesia selalu berkompromi terhadap pemilik kekuasaan, namun sangat tegas terhadap rakyat kecil.

Kenyataan yang sedemikian tersebut sedini mungkin harus diubah secara total. Cara pandang dan sistem politik Indonesia secara total dan cepat wajib diganti dengan suatu sistem yang berwawasan nusantara dengan mengedepankan kepentingan rakyat nasional secara utuh. Wawasan nusantara menempatkan Pancasila sebagai landasan idiil dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional. Wawasan nusantara sebagai visi bangsa berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta rambu-rambu dalam menentukan berbagai kebijakan. Dengan hukum nasional yang berwawasan nusantara, pembentukan dan penerapannya harus sungguh-sungguh memperhatikan kehidupan rakyat, keadaan sosial budaya bangsa Indonesia. Ini harus, tidak bisa tidak.

Keadaan Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya dan suku bangsa serta jumlah penduduknya yang besar jelas tidak bisa dilakukan penerapan sistem demokrasi seperti jaman yunani kuno. Di Indonesia Setiap golongan masyarakat kemudian diwakili oleh perwakilan-perwakilan yang dipilih untuk kemudian membawa aspirasinya di dalam pemerintahan, dan semua perwakilan golongan tersebut berkumpul dalam suatu percaturan politik nasional dan secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tatanan hukum di Negara ini. sistem yang seperti ini sama sekali tidak salah, namun yang terjadi kemudian adalah manakala di dalam suatu proses politik Negara ini yang ada hanya perebutan kekuasaan dan saling bersikeras mempertahankan kepentingan salah satu golongannya saja. Sehingga hukum yang tercipta kemudian pun hanya memihak pada golongan-golongan tertentu.

Seharusnya per-politikan nasional dirubah menjadi politik yang berwawasan nusantara dimana politik bukan dijadikan ajang untuk mendapatkan kekuasaan dan memenangkan kepentingan suatu golongan saja tetapi menjadi wadah untuk saling bertukar fikiran, menyamakan persepsi di atas perbedaan yang ada. kompromi politik dalam membentuk hukum nasional, seharusnya adalah kompromi-kompromi yang berdasarkan dan mendahulukan kepentingan nasional, bukan golongan. Wawasan nusantara dalam kehidupan politik diterapkan untuk tujuan menciptakan iklim penyelenggaraan Negara yang sehat dan dinamis, mewujudkan pemerintahan yang kuat, aspiratif, dipercaya. 

Iklim politik hukum yang ada kini, menurut saya adalah suatu sistem politik hukum yang kehilangan jati diri bangsanya. Kita terlalu terombang-ambing oleh ideology-ideologi bangsa asing yang dipaksakan penerapannya pada kehidupan nasional bangsa. Jelas ini tidak bisa dilakukan. Sebagaimana wawasan nasional sebuah Negara, setiap Negara memiliki cara berfikir yang berbeda dan sistem hukum yang berbeda pula sesuai dengan keadaan masyarakat dan alamnya. Pembentukan sistem hukum nasional Indonesia seharusnya dapat kita gali sendiri sesuai dengan keadaan bangsa. Tidak perlulah kita mengikuti sistem hukum Negara lain, karena sesungguhnya sejarah bangsa ini adalah sebuah bangsa yang besar dengan sistem politik dan hukumnya sendiri yang sesuai dengan keadaan masyarakatnya. 

Keadaan politik yang morat-marit tanpa arah pada akhirnya menjadikan tatanan hukum nasional kita lemah dan sampai saat ini, kita pun masih bingung seperti apa tatanan hukum nasional bangsa yang baik untuk diterapkan. Ini terjadi karena kita mulai melupakan jati diri kita sebagai bangsa yang besar. Kita selalu silau akan kekuatan dan gemerlapnya bangsa-bangsa asing hingga kita lupa akan kekuatan besar yang sesungguhnya kita miliki. Kita lupa bagaimana konsep Negarakertagama dapat menguasai hampir separuh dari dunia ini. Majapahit dengan sistem pemerintahan dan hukumnya mampu menjaga ketertiban dan kedamaian negaranya dengan wilayah yang lebih luas dari Negara Indonesia saat ini dan jelas memiliki rakyat yang memiliki perbedaan agama dan sosial budaya.

Menerapkan sistem politik hukum berwawasan nusantara merupakan sebuah usaha pengembalian jati diri bangsa ini. kita harus kembali sadar dan melihat sejarah, keadaan sosial masyarakat dan alam serta letak strategis bangsa ini dalam menentukan segala kebijakan-kebijakan yang dapat mengakomodir setiap aspirasi rakyat dan kemudian dapat melahirkan produk-produk hukum nasional yang dapat menyatukan bangsa serta memakmurkan kehidupan rakyatnya. Sejenak kita lupakan ideology-ideologi asing yang hanya menjerumuskan bangsa ini ke dalam kebodohan dan kegelapan demi kepentingan pihak-pihak asing. Negara kita tidak boleh hanya menjadi-maaf-anjing penjaga bagi rakyatnya, seperti yang diinginkan oleh bangsa-bangsa asing dengan ideology modal nya. Negara harus ikut serta turun tangan membangun kehidupan bangsa sehingga tercapai tujuan nasional seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 dan menjamin terciptanya ketahanan nasional di segala sendi kehidupan bangsa.

Mari Indonesia kita bangkit. Sadar akan kekuatan dan kemegahan yang kita miliki. Tidak perlu kita kagum akan bangsa lain. Mari kita membuat bangsa lain kagum dan hormat kepada bangsa ini. kita adalah bangsa yang besar. Seperti itulah yang nenek moyang kita telah buktikan.  Kita tidak boleh lupa.


Thursday, October 6, 2011

Personalitas Perseroan Terbatas

      Perseroan sebagai badan hukum memiliki personalitas yang terpisah dari pemilik dan pengurusnya. Segala tindakan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk dan atas namanya menjadi tanggung jawab perseroan itu sendiri, bukan para pemegang saham maupun pengurusnya.
      Elemen utama dari personalitas hukum ini adalah apa yang disebut dalam hukum perdata sebagai “pemisahan harta kekayaan” (separate patrimony). Hal ini merupakan kemampuan perusahaan untuk memiliki aset-aset yang terpisah dari kekayaan orang lain dan juga memiliki kebebasan untuk menggunakan dan menjualnya.[1]
      Terdapat beberapa teori menyangkut personalitas perseroan sebagai badan hukum ini (M. Yahya Harahap, S.H. 2009:53), antara lain:
a.       Teori fiksi
      Disebut juga dengan teori entitas. Pokok-pokok dalam teori ini :
1)      Perseroan merupakan organism yang mempunyai identitas hukum yang terpisah dari anggota atau pemiliknya.
2)      Perseroan merupakan badan hukum buatan, sehingga pada dasarnya adalah fiktif.
3)      Kelahirannya semata-mata melalui persetujuan pemerintah.
      Teori ini mengajarkan bahwa perusahaan hanya ciptaan dan khayalan manusia, tidak terjadi secara alamiah.[2]
b.      Teori realistik
      Perseroan sebagai grup atau kelompok, di mana kegiatan kelompok itu diakui hukum terpisah dari kegiatan individu kelompok yang terlibat dalam perseroan. Teori ini mengajarkan, secara realistik, hukum mengakui adanya pemisahan dan perbedaan personalitas perseroan dengan personalitas para anggota kelompok yang terikat dalam perseroan.
c.       Teori kontrak
      Menurut teori ini, perusahaan dianggap sebagai kontrak antar para pemegang sahamnya.[3] Hal ini sejalan dengan ketentuan pada Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 7 ayat (1) dan (3) UU Perseroan Terbatas. Menurut pasal ini, perseroan sebagai badan hukum merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian oleh pendiri/pemegang sahamnya.
d.      Teori simbolis
      Teori ini menganggap, bahwa perseroan hanyalah sebagai nama kolektif dari para pemegang sahamnya. Berdasarkan teori ini, perusahaan dianggap sebagai simbol dari kupulan orang-orang yang terikat di dalamnya. Individu-individu yang terikat di dalamnya tersebut memiliki personalitas yang berbeda dari personalitas badan hukum perseroan tersebut.
      Kemudian, M. Yahya Harahap (2009:57) juga menjelaskan mengenai ciri-ciri pokok mengenai personalitas perseroan ini yang juga diakui di beberapa Negara, antara lain :
a.       Perseroan diperlakukan sebagai wujud yang terpisah dan berbeda dari pemiliknya.
      Perseroan diakui secara hukum sebagai wujud yang terpisah dari pemiliknya. Sebagai wujud yang terpisah, maka keberadaan atau eksistensi perseroan tersebut tidaklah terpengaruh atau terancam oleh kematian ataupun perubahan pemiliknya.
b.      Dapat menggugat dan digugat atas nama perseroan itu sendiri
      Perseroan dapat menggugat dan digugat atas namanya sendiri, yang dalam hal ini diwakilkan oleh direksi sebagai wakil dari perseroan yang bertindak untuk dan atas nama serta kepentingan perseroan. Hal ini diatur dalam Pasal 98 ayat (1) UU Perseroan Terbatas.[4]
c.       Perseroan dapat memperoleh, menguasai, dan mengalihkan miliknya atas namanya sendiri.
      Perseroan dapat memiliki aset dari hasil keuntungan perusahaan. Menguasai dan memindahkan aset itu sesuai dengan cara yang ditentukan undang-undang dan Anggaran Dasar.
d.      Tanggung jawab pemegang saham terbatas sebesar nilai sahamnya.
      Sejalan dengan kepribadian perseroan yang terpisah dari individu pemiliknya, maka para pemegang saham dalam suatu perseroan tidak bertanggung jawab terhadap perikatan yang dilakukan perseroan atas nama perseroan tersebut dan atas kerugian yang dialami perseroan di luar nilai saham yang disetorkannya kepada perseroan. Ini juga diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UU Perseroan Terbatas.[5]
e.       Pemegang saham tidak mengurus perseroan, kecuali dia dipilih sebagai anggota direksi.
      Mengenai pengurusan perseroan, pemegang saham tidak mengurus perseroan, namun direksilah yang mengurus. UU Perseroan Terbatas dengan tegas memberikan tugas dan wewenang kepada direksi untuk mengurus perseroan untuk kepentingan dan atas nama perseroan sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 1 angka 5 UU Perseroan Terbatas yang ditegaskan lagi kemudian dalam Pasal 92 ayat (1) UU Perseroan Terbatas.
      Hal ini sesuai dengan karakteristik dari perseroan terbatas yang merupakan badan hukum, yang salah satunya adalah adanya pemisahan fungsi antara pemegang saham dan Pengurus/ Direksi.[6]
      Terdapat empat (4) poin yang menjadi dalil perseroan memiliki personalitas yang terpisah dalam keputusan kasus Salomon v Salomon & Co Ltd [1897] AC 22:[7]


a.       Harta perusahaan adalah harta perusahaan
      R v Arnaud (1846) 9 QB 806 menunjukkan bahwa pemilik maupun pengurus perusahaan tidak memiliki harta dari perseroan. Yang berhak menjalankan dan menggunakan harta terserbut hanyalah perseroan yang bersangkutan.
      The Corporations Act reflects the common law principle that companies can own property. For example, s 119 provides that upon registration a company becomes a body corporate; s 124(1) states that a company has the capacity of a natural person. It follows, therefore, that a registered company can acquire the same kinds of proprietary rights that a natural person may acquire[8]
      Sebuah perseroan yang merupakan badan hukum memiliki hak kepemilikan seperti subjek hukum manusia alami.
b.      Utang perusahaan adalah utang perusahaan
      Sama seperti manusia alami, perseroan sebagai badan hukum juga dapat menimbulkan hutang yang diwakilkan atau dilakukan oleh direktur sebagai organ pengurus perseroan.
c.       Perusahaan dapat melakukan kontrak dengan anggotanya, direktur, maupun pihak ketiga.
      Seperti manusia, perseroan sebagai badan hukum juga dapat melakukan kontrak/perjanjian/ikatan hukum dengan anggotanya maupun pihak ketiga. Dalam kasus Lee v Lee’s Air Farming Ltd [1961] AC 12, disni perusahaan melakukan kontrak dengan para petani dalam pekerjaan pemupukan melalui udara.[9]

d.      Perusahaan dapan melakukan perbuatan melawan hukum (tort)
      Dalam kasus Gilford Motor Company v Horne, pengadilan memutuskan bahwa perusahaan Horne bertanggung jawab atas penipuan terhadap kontrak yang telah dibuatnya dengan perusahaan Gilford Motor Company yang bertujuan untuk menghindari kewajiban yang telah disepakati.[10]


[1] Ridwan Khairandy. Op cit Perseroan, hlm. 13
[2] Munir Fuady, op cit Doktrin, hlm. 4.
[3] Ibid. hlm. 5.
[4] Lihat Pasal 98 ayat (1) UU Perseroan Terbatas.
[5] Lihat Pasal 3 ayat (1) UU Perseroan Terbatas.
[7] Corporate Personality. Law of Associations 2000 18. Semester 2, 2002. Copyright @ 2002 Thomas Feerick Lecturer School of Law, UWS. http://www.frontierlaw.com.au/Sites/192/Images%20Files/Lecture05.doc  Dalam http://www.pdfking.net/CORPORATE-PERSONALITY--DOC.html. diunduh tanggal 21 April 2011.
[8] ibid
[9] ibid
[10] ibid

Saturday, June 4, 2011

Prinsip Tanggung Jawab Terbatas Dalam Perseroan Terbatas

Perseroan sebagai sebuah badan hukum memiliki keistimewaan dengan dianutnya prinsip tanggung jawab terbatas. Hal ini kemudian menjadi daya tarik tersendiri bagi pemodal untuk berinvestasi ke dalam jenis badan usaha perseroan. Tanggung jawab terbatas berperan sebagai “defensive asset partitioning” yang berbeda dari “affirmative asset partitioning” dalam personalitas hukum.[1]ini merupakan konsekuensi dari status perseroan sebagai badan hukum yang terpisah dari pemilik dan pengurusnya.
Pembatasan tanggung jawab membebankan kepada para pemegang saham tanggung jawab hanya sebatas besarnya nilai saham yang disetorkannya kepada perseroan. Dalam Pasal 3 ayat (1) UU Perseroan Terbatas diatur, bahwa
pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki
Dari ketentuan tersebut dapat kita simpulkan:
a.       Bahwa perseroan merupakan subyek hukum mandiri yang terpisah dari pribadi para pemegang sahamnya, bertindak atas nama dan untuk kepentingannya dan bertanggung jawab sendiri terhadap tindakannya tersebut.
b.      Para pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan yang dibuat oleh perseroan atas nama perseroan.
c.       Para pemegang saham tidak bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi terhadap perseroan melebihi nilai saham yang dimilikinya.
Ketentuan tersebut menegaskan bahwa pemegang saham, pada prinsipnya tidak bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan yang dibuat atas nama perseroan juga atas kerugian yang dialami oleh perseroan. Tanggung jawab pemegang saham hanya sebatas modal yang disetorkannya kepada perseroan.
Timbulnya prinsip tanggung jawab terbatas berkaitan erat dengan didapatnya status perseroan sebagai badan hukum. Sebelum perseroan menjadi badan hukum, maka sesuai dengan Pasal 39 KUHD , masing-masing pengurusnya bertanggung jawab secara pribadi untuk keseluruhan.[2] Hal ini juga berlaku bagi pemegang saham, seperti yang diatur dalam Pasal 3 ayat (2), yang menentukan bilamana persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum terpenuhi, makan ketentuan mengenai tanggung jawab pemegang saham yang hanya terbatas pada besarnya nilai saham yang disetorkan tidaklah berlaku.[3]
 “…Limited Liability Company protects its owners (called "members") from personal liability for the debts and obligations of the organization.”[4]
Perseroan terbatas melindungi pemiliknya dari tanggung jawab pribadi atas utang dan kewajiban organisasi.
“Owners (called "members") protected from "personal" liability for debts of the business
Members can participate in management and still gain personal liability protection”[5]
Pemilik/pemegang saham dilindungi dari tanggung jawab secara pribadi atas utang bisnis perseroan. Meskipun, pemilik kemudian menjadi pengurus perseroan, tetap mendapatkan perlindungan dari tanggung jawab pribadi.
Dari kedua hal di atas dapat disimpulkan bahwa para pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap utang maupun kewajiban perseroan yang timbul dari perikatan maupun tindakan hukum lain yang dilakukan oleh perseroan atas nama perseroan.
Tanggung jawab terbatas memberikan tabir perlindungan bagi setiap pemegang saham, sehingga terlepas dari tuntutan pihak ketiga yang timbul atas kontrak atau perikatan yang dilakukan oleh perseroan.[6] Harta benda pribadi milik pemegang saham tidak dapat disita atau digugat untuk dibebankan tanggung jawab perseroan tersebut.[7] Bagi perseroan yang berbentuk badan hukum seperti perseroan terbatas, koperasi, dan lain-lain, maka secara hukum prinsipnya harta bendanya terpisah dari harta benda pendirinya/pemiliknya. Karena itu, tanggung jawab secara hukum juga dipisahkan dari harta benda pribadi pemilik perusahaan yang berbentuk badan hukum tersebut.[8] Keterpisahan tanggung jawab hukum antara perseroan dengan pribadi pemegang saham tersebut mempertegas ciri dari perseroan terbatas bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebatas nilai saham yang dimilikinya dan tidak meliputi kekayaan pribadinya.[9]
 The principal advantage of limited liability is in encouraging investment by passive investors in risky enterprises, particularly where these investors are poor monitors of managers.”[10]
Kelebihan dari adanya prinsip tanggung jawab terbatas adalah dalam menarik investor atau pemodal, terutama para investor yang memiliki sedikit informasi atau memiliki keterbatasan dalam pengawasan kegiatan dan aktivitas perseroan.


[1] Ridwan Khairandy. Op cit… Perseroan. Hlm.14.
[2] H.M.N. Purwosutjipto. op cit Pokok. Hlm. 102.
[3] Lihat Pasal 3 ayat (2) UU Perseroan Terbatas
[5] Ibid.
[6] M. Yahya Harahap. Op cit Perseroan. hlm 75.
[7] Munir Fuady. Op cit doktrin… hlm. 3.
[8] ibid. Hlm. 2-3.
[9] Rustamaji Purnomo : Penerapan Doktrin Piercing The Corporate Veil Pada Perseroan Terbatas (studi kasus PT.  Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia). 2008. Hlm. 49.
[10] William J. Carney. 5620 Limited Liability.  James Howard Candler, Professor, Emory University, School of Law © Copyright 1999. http://encyclo.findlaw.com/5620book.pdf dalam http://www.pdfking.net/5620-LIMITED-LIABILITY--PDF.html diunduh tanggal 21 April 2011.

Wednesday, May 18, 2011

Istilah Perseroan Terbatas


      Perseroan terbatas adalah persekutuan yang berbentuk badan hukum.[1] Istilah Perseroan Terbatas (PT) yang digunakan dewasa ini, pada zaman Hindia Belanda dikenal dengan istilah Naamloze Vennootshap disingkat (NV).[2] Naamloze Vennootshap dalam bahasa Indonesia berarti persekutuan tanpa nama. “Tanpa nama” disini dimaksudkan “tidak mempergunakan nama orang sebagai nama persekutuan (firma)” sebagai halnya pada persekutuan firma.[3] Dalam Pasal 36 KUHD juga disebutkan bahwa persekutuan semacam ini tidaklah memakai firma, melainkan nama perseroan diambil dari tujuan perusahaannya.[4]
      Perseroan Terbatas disingkat PT, terdiri dari dua kata, yaitu: perseroan dan terbatas. Perseroan ialah persekutuan yang modalnya terdiri dari sero-sero atau saham-saham, sedangkan kata “terbatas” itu tertuju pada tanggung jawab pemegang sahamnya yang bersifat terbatas pada jumlah nominal saham-saham yang dimilikinya.[5]
      Dari hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pemakaian istilah “Perseroan Terbatas” lebih tepat ketimbang “Naamloze Vennootshap”. Sebab arti istilah “Perseroan Terbatas” lebih jelas dan tepat menggambarkan tentang keadaan senyatanya, sedangkan arti istilah Naamloze Vennootshap  kurang dapat menggambarkan tentang isi dan sifat perseroan secara tepat.[6]


[1]H.M.N. Purwosutjipto. Pengertian Pokok-pokok Hukum Dagang-2. 2007. Hlm 88.
[2] Ridwan Khairandy. Perseroan Terbatas . 2008. Hlm. 1.
[3] H.M.N. Purwosutjipto. Op cit. hlm.91.
[4] Lihat Pasal 36  KUHD
[5] H.M.N. Purwosutjipto. loc cit.
[6] Ibid.