Laman

Thursday, October 6, 2011

Personalitas Perseroan Terbatas

      Perseroan sebagai badan hukum memiliki personalitas yang terpisah dari pemilik dan pengurusnya. Segala tindakan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk dan atas namanya menjadi tanggung jawab perseroan itu sendiri, bukan para pemegang saham maupun pengurusnya.
      Elemen utama dari personalitas hukum ini adalah apa yang disebut dalam hukum perdata sebagai “pemisahan harta kekayaan” (separate patrimony). Hal ini merupakan kemampuan perusahaan untuk memiliki aset-aset yang terpisah dari kekayaan orang lain dan juga memiliki kebebasan untuk menggunakan dan menjualnya.[1]
      Terdapat beberapa teori menyangkut personalitas perseroan sebagai badan hukum ini (M. Yahya Harahap, S.H. 2009:53), antara lain:
a.       Teori fiksi
      Disebut juga dengan teori entitas. Pokok-pokok dalam teori ini :
1)      Perseroan merupakan organism yang mempunyai identitas hukum yang terpisah dari anggota atau pemiliknya.
2)      Perseroan merupakan badan hukum buatan, sehingga pada dasarnya adalah fiktif.
3)      Kelahirannya semata-mata melalui persetujuan pemerintah.
      Teori ini mengajarkan bahwa perusahaan hanya ciptaan dan khayalan manusia, tidak terjadi secara alamiah.[2]
b.      Teori realistik
      Perseroan sebagai grup atau kelompok, di mana kegiatan kelompok itu diakui hukum terpisah dari kegiatan individu kelompok yang terlibat dalam perseroan. Teori ini mengajarkan, secara realistik, hukum mengakui adanya pemisahan dan perbedaan personalitas perseroan dengan personalitas para anggota kelompok yang terikat dalam perseroan.
c.       Teori kontrak
      Menurut teori ini, perusahaan dianggap sebagai kontrak antar para pemegang sahamnya.[3] Hal ini sejalan dengan ketentuan pada Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 7 ayat (1) dan (3) UU Perseroan Terbatas. Menurut pasal ini, perseroan sebagai badan hukum merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian oleh pendiri/pemegang sahamnya.
d.      Teori simbolis
      Teori ini menganggap, bahwa perseroan hanyalah sebagai nama kolektif dari para pemegang sahamnya. Berdasarkan teori ini, perusahaan dianggap sebagai simbol dari kupulan orang-orang yang terikat di dalamnya. Individu-individu yang terikat di dalamnya tersebut memiliki personalitas yang berbeda dari personalitas badan hukum perseroan tersebut.
      Kemudian, M. Yahya Harahap (2009:57) juga menjelaskan mengenai ciri-ciri pokok mengenai personalitas perseroan ini yang juga diakui di beberapa Negara, antara lain :
a.       Perseroan diperlakukan sebagai wujud yang terpisah dan berbeda dari pemiliknya.
      Perseroan diakui secara hukum sebagai wujud yang terpisah dari pemiliknya. Sebagai wujud yang terpisah, maka keberadaan atau eksistensi perseroan tersebut tidaklah terpengaruh atau terancam oleh kematian ataupun perubahan pemiliknya.
b.      Dapat menggugat dan digugat atas nama perseroan itu sendiri
      Perseroan dapat menggugat dan digugat atas namanya sendiri, yang dalam hal ini diwakilkan oleh direksi sebagai wakil dari perseroan yang bertindak untuk dan atas nama serta kepentingan perseroan. Hal ini diatur dalam Pasal 98 ayat (1) UU Perseroan Terbatas.[4]
c.       Perseroan dapat memperoleh, menguasai, dan mengalihkan miliknya atas namanya sendiri.
      Perseroan dapat memiliki aset dari hasil keuntungan perusahaan. Menguasai dan memindahkan aset itu sesuai dengan cara yang ditentukan undang-undang dan Anggaran Dasar.
d.      Tanggung jawab pemegang saham terbatas sebesar nilai sahamnya.
      Sejalan dengan kepribadian perseroan yang terpisah dari individu pemiliknya, maka para pemegang saham dalam suatu perseroan tidak bertanggung jawab terhadap perikatan yang dilakukan perseroan atas nama perseroan tersebut dan atas kerugian yang dialami perseroan di luar nilai saham yang disetorkannya kepada perseroan. Ini juga diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UU Perseroan Terbatas.[5]
e.       Pemegang saham tidak mengurus perseroan, kecuali dia dipilih sebagai anggota direksi.
      Mengenai pengurusan perseroan, pemegang saham tidak mengurus perseroan, namun direksilah yang mengurus. UU Perseroan Terbatas dengan tegas memberikan tugas dan wewenang kepada direksi untuk mengurus perseroan untuk kepentingan dan atas nama perseroan sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 1 angka 5 UU Perseroan Terbatas yang ditegaskan lagi kemudian dalam Pasal 92 ayat (1) UU Perseroan Terbatas.
      Hal ini sesuai dengan karakteristik dari perseroan terbatas yang merupakan badan hukum, yang salah satunya adalah adanya pemisahan fungsi antara pemegang saham dan Pengurus/ Direksi.[6]
      Terdapat empat (4) poin yang menjadi dalil perseroan memiliki personalitas yang terpisah dalam keputusan kasus Salomon v Salomon & Co Ltd [1897] AC 22:[7]


a.       Harta perusahaan adalah harta perusahaan
      R v Arnaud (1846) 9 QB 806 menunjukkan bahwa pemilik maupun pengurus perusahaan tidak memiliki harta dari perseroan. Yang berhak menjalankan dan menggunakan harta terserbut hanyalah perseroan yang bersangkutan.
      The Corporations Act reflects the common law principle that companies can own property. For example, s 119 provides that upon registration a company becomes a body corporate; s 124(1) states that a company has the capacity of a natural person. It follows, therefore, that a registered company can acquire the same kinds of proprietary rights that a natural person may acquire[8]
      Sebuah perseroan yang merupakan badan hukum memiliki hak kepemilikan seperti subjek hukum manusia alami.
b.      Utang perusahaan adalah utang perusahaan
      Sama seperti manusia alami, perseroan sebagai badan hukum juga dapat menimbulkan hutang yang diwakilkan atau dilakukan oleh direktur sebagai organ pengurus perseroan.
c.       Perusahaan dapat melakukan kontrak dengan anggotanya, direktur, maupun pihak ketiga.
      Seperti manusia, perseroan sebagai badan hukum juga dapat melakukan kontrak/perjanjian/ikatan hukum dengan anggotanya maupun pihak ketiga. Dalam kasus Lee v Lee’s Air Farming Ltd [1961] AC 12, disni perusahaan melakukan kontrak dengan para petani dalam pekerjaan pemupukan melalui udara.[9]

d.      Perusahaan dapan melakukan perbuatan melawan hukum (tort)
      Dalam kasus Gilford Motor Company v Horne, pengadilan memutuskan bahwa perusahaan Horne bertanggung jawab atas penipuan terhadap kontrak yang telah dibuatnya dengan perusahaan Gilford Motor Company yang bertujuan untuk menghindari kewajiban yang telah disepakati.[10]


[1] Ridwan Khairandy. Op cit Perseroan, hlm. 13
[2] Munir Fuady, op cit Doktrin, hlm. 4.
[3] Ibid. hlm. 5.
[4] Lihat Pasal 98 ayat (1) UU Perseroan Terbatas.
[5] Lihat Pasal 3 ayat (1) UU Perseroan Terbatas.
[7] Corporate Personality. Law of Associations 2000 18. Semester 2, 2002. Copyright @ 2002 Thomas Feerick Lecturer School of Law, UWS. http://www.frontierlaw.com.au/Sites/192/Images%20Files/Lecture05.doc  Dalam http://www.pdfking.net/CORPORATE-PERSONALITY--DOC.html. diunduh tanggal 21 April 2011.
[8] ibid
[9] ibid
[10] ibid