Laman

Wednesday, May 18, 2011

Istilah Perseroan Terbatas


      Perseroan terbatas adalah persekutuan yang berbentuk badan hukum.[1] Istilah Perseroan Terbatas (PT) yang digunakan dewasa ini, pada zaman Hindia Belanda dikenal dengan istilah Naamloze Vennootshap disingkat (NV).[2] Naamloze Vennootshap dalam bahasa Indonesia berarti persekutuan tanpa nama. “Tanpa nama” disini dimaksudkan “tidak mempergunakan nama orang sebagai nama persekutuan (firma)” sebagai halnya pada persekutuan firma.[3] Dalam Pasal 36 KUHD juga disebutkan bahwa persekutuan semacam ini tidaklah memakai firma, melainkan nama perseroan diambil dari tujuan perusahaannya.[4]
      Perseroan Terbatas disingkat PT, terdiri dari dua kata, yaitu: perseroan dan terbatas. Perseroan ialah persekutuan yang modalnya terdiri dari sero-sero atau saham-saham, sedangkan kata “terbatas” itu tertuju pada tanggung jawab pemegang sahamnya yang bersifat terbatas pada jumlah nominal saham-saham yang dimilikinya.[5]
      Dari hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pemakaian istilah “Perseroan Terbatas” lebih tepat ketimbang “Naamloze Vennootshap”. Sebab arti istilah “Perseroan Terbatas” lebih jelas dan tepat menggambarkan tentang keadaan senyatanya, sedangkan arti istilah Naamloze Vennootshap  kurang dapat menggambarkan tentang isi dan sifat perseroan secara tepat.[6]


[1]H.M.N. Purwosutjipto. Pengertian Pokok-pokok Hukum Dagang-2. 2007. Hlm 88.
[2] Ridwan Khairandy. Perseroan Terbatas . 2008. Hlm. 1.
[3] H.M.N. Purwosutjipto. Op cit. hlm.91.
[4] Lihat Pasal 36  KUHD
[5] H.M.N. Purwosutjipto. loc cit.
[6] Ibid.

Manusia Sebagai Subyek Hukum


Manusia pribadi sebagai subyek hukum merupakan hak dan kewajiban serta mampu menjalankan hak dan kewajiban tersebut yang dijamin oleh hukum yang berlaku. Menurut KUHPerdata manusia sejak dilahirkan telah menjadi subyek hukum, meskipun ketika saat itu belum menjadi cakap hukum dan dalam keadaan tertentu yang telah ditentukan dalam undang-undang menghendaki, manusia yang sedang dalam kandungan pun bisa menjadi subyek hukum.
      Dalam KUHPerdata Pasal 2 menyebutkan, anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya. Namun kemudian hal tersebut tidak berlaku jika, ketika dilahirkan, anak tersebut mati sehingga ia dianggap tidak pernah ada. Ketentuan pada Pasal 2 ini kemudian berhubungan dengan ketentuan pada Pasal 836 KUHPer tentang waris dan Pasal 1679 KUHPer tentang hibah (pemberian).[1]
      Terhadap Pasal 2 KUHPerdata ini ada para sarjana yang menyebut rechts fictie, yaitu anggapan hukum. Anak yang berada dalam kandungan seorang wanita sudah dianggap ada pada waktu kepentingannya memerlukan, jadi yang belum ada dianggap ada (fictie). Selain itu ada para sarjana yang mengatakan bahwa pasal 2 KUHperdata merupakan suatu norma sehingga disebut fixatie (penetapan hukum).[2]
      Status seseorang sebagai subyek hukum berakhir oleh kematian orang tersebut. Dengan begitu, selama seorang manusia (naturlijk person) masih hidup, tidak ada satu hukuman pun yang dapat mengakhiri statusnya sebagai subyek hukum. Hal ini dapat kita lihat dalam ketentuan pada Pasal 3 KUHPerdata, tiada suatu hukuman pun mengakibatkan kematian perdata, atau kehilangan segala hak kewarganegaraan.

Subyek Hukum


      Pengertian subyek hukum (rechts subyek) adalah setiap orang mempunyai hak dan kewajiban, yang menimbulkan wewenang hukum (rechtsbevoegheid), sedengkan pengertian wewenang hukum itu sendiri adalah kewenangan untuk menjadi subyek dari hak dan kewajiban.
      Subyek Hukum adalah Segala sesuatu yang pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum. Yang termasuk dalam pengertian subyek hukum ialah Manusia atau orang (Naturlijke Person) dan Badan Hukum (VichtPerson) misalnya : PT, PN, Koperasi.[1]
      Subyek hukum menurut para ahli hukum, antara lain :
·         Prof. Subekti
Subjek Hukum : adalah pembawa hak atau subjek di dalam hukum (orang)
·         Riduan Syahrani
Subjek Hukum : Pendukung Hak dan Kewajiban
·         Prof. Sudikno
Subjek Hukum : Segala sesuatu yg mendapat hak dan kewajiban dari hukum
       Subyek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam hukum Indonesia, yang  dapat menjadi subyek hukum adalah manusia sebagai naturlijk person dan badan hukum sebagai rechtpersoon.

Badan Hukum

      Badan hukum dalam bahasa Belanda disebut rechtpersoon. Badan hukum adalah himpunan dari orang sebagai perkumpulan, baik perkumpulan itu diadakan atau diakui oleh pejabat umum, maupun perkumpulan itu diterima sebagai diperolehkan, atau telah didirikan untuk maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang dan kesusilaan yang baik (Pasal 153 KUH Perdata).[1] Dari pengertian ini, terdapat beberapa hal penting mengenai badan hukum, yakni :
a.       Merupakan kumpulan atau himpunan orang,
b.      Didirikan sesuai peraturan hukum yang berlaku,
c.       Didirikan untuk tujuan tertentu, dan
d.      tidak bertentangan dengan undang-undang
      Badan hukum merupakan kumpulan manusia pribadi (naturalijk person) dan mungkin pula kumpulan dari badan hukum yang pengaturannya sesuai menurut hukum yang berlaku.[2] Menurut kamus hukum, badan hukum merupakan perkumpulan/organisasi yang didirikan dan dapat bertindak sebagai subyek hukum. Misalnya memiliki harta kekayaan, mengadakan perjanjian dan sebagainya.[3]
      Badan hukum, yakni orang (person) yang diciptakan oleh hukum. Oleh karena itu, badan hukum (recht person) sebagai subjek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia.[4]Meskipun begitu, badan hukum tidaklah sama dengan manusia pada umumnya. Dalam melakukan tindakan-tindakan hukum, badan hukum tidak dapat melakukannya sendiri segala kehendaknya seperti manusia biasa. Untuk melakukan kegiatannya sehari-hari, badan hukum memerlukan organ (pengurus) yang berupa orang untuk mewakilinya dan bertindak untuk dan atas nama badan hukum tersebut.
      Secara teoritik, dikenal beberapa ajaran atau doktrin yang menjadi landasan teoritik keberadaan badan hukum. Ada beberapa konsep terkemuka tentang personalitas badan hukum (legal personality), yakni: [5]
1.      Teori Fiksi ( oleh F. C. SAVIGNY )
Hanya Manusia yang dapat menjadi Subjek Hukum,
Badan Hukum yang dikatakan sebagai Subjek Hukum adalah sebuah fiksi (anggapan saja)
2.      Teori Organ ( oleh OTTO VAN GIERKE )
Badan Hukum adalah sesuatu yang riil bukan fiksi, menjelma sungguh dalam lalu lintas hukum,dapat menyatakan kehendaknya melalui organ/alat yg terdapat di dalam
Badan Hukum tersebut
3.      Teori Harta Kekayaan Bertujuan ( oleh BRINZ )
Badan Hukum merupakan kekayaan yang bukan kekayaan perseorangan tetapi kekayaan terseub terikat pada tujuan tertentu.
4.      Teori Kekayaan Bersama ( oleh MOLLENGRAAF )
Hak dan Kewajiban Badan Hukum pada hakekatnya adalah Hak dan Kewajiban para anggotanya, sehingga kekayaan Badan Hukum adalah kekayaan bersama seluruh anggota
5.      Teori Kenyataan Yuridis ( oleh MEIJERS )
Badan Hukum merupakan kenyataan/realistis, konkrit/riil, dan diakui secara yuridis, tidak fiksi
      Dari teori tersebut, tampaknya teori organ dari Otto van Gierke yang lebih cocok dengan perkembangan saat ini.[6]menurut doktrin, syarat-syarat dari suatu badan hukum adalah sebagai berikut:[7]
1.      Adanya harta kekayaan terpisah
2.      Mempunyai tujuan tertentu
3.      Mempunyai kepentingan sendiri
4.      Adanya organisasi yang teratur
      Karakteristik suatu badan hukum adalah pemisahan harta kekayaan badan hukum dari harta kekayaan pemilik dan pengurusnya.[8] Berdirinya badan hukum haruslah dengan tujuan tertentu dan dalam mencapai tujuan tersebut badan hukum diwakilkan atau di urus oleh pengurusnya dalam suatu organisasi yang teratur. Badan ini seperti halnya manusia memiliki kewajiban-kewajiban hukum, seperti membayar pajak dan mengajukan izin kegiatan bisnis atas nama dirinya sendiri.[9]
      Badan hukum dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.      Badan hukum publik
Merupakan badan hukum yang dibentuk atau diadakan oleh pemerintah berdasarkan hukum publik. Pembentukan badan hukum ini berhubungan dengan kepentingan orang banyak atau Negara. Badan hukum ini merupakan badan-badan Negara dan mempunyai kekuasaan wilayah atau merupakan lembaga yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif atau pemerintah atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu.[10]
2.      Badan hukum privat
(C.S.T Kansil, Christine S.T. Kansil:2001) Badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata. Pendirian badan hukum ini menyangkut kepentingan pribadi para pendirinya, apakah itu untuk mencari keuntungan, dalam bidang social, kesenian, dan lainnya.
      Badan hukum merupakan subyek hukum mandiri yang terpisah dari para pengurus dan/atau pemiliknya. Berakhirnya status badan hukum sebagai subyek hukum adalah dengan dibubarkannya badan hukum tersebut, baik itu oleh undang-undang, pemerintah, maupun oleh para pengurusnya. Dengan begitu, meskipun organ-organ dalam badan hukum berganti-ganti atau meninggal, namun badan hukum sendiri tersebut tetap ada dan tetap sebagai subyek hukum.  Nindyo Pramono (dalam Ridwan Khairandy: 2009) menyatakan bahwa filosofi pendirian badan hukum adalah bahwa dengan kematian pendirinya, harta kekayaan badan hukum tersebut diharapkan masih dapat bermanfaat oleh orang lain.


[1] Salim H.S., S.H., M.S. Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Sinar Grafika, Jakarta.2006.
[2] C.S.T Kansil, Christine S.T. Kansil. Modul Hukum Dagang. Jakarta: Djambatan, 2001. Hlm. 11.
[3] J.C.T. Simorangkir, S.H. et al. Kamus hukum-cetakan kesebelas. Sinar Grafika. Jakarta, 2007. Hlm. 13.
[4] Elsi Kartika Sari, S.H., M.H. dan Advendi Simangunsong, S.H,. M.M. Hukum Dalam Ekonomi (edisi 2).  PT. Grasindo, Jakarta. 2007. Hlm. 9.
[5] Hukum perdata dan bisnis (resume) dalam http://www.scribd.com/doc/50623214/Resume-Hukum-Perdata-dan-Bisnis-Smt-I , diunduh tanggal 6 april 2011.
[6]  Jono, S.H.Hukum Kepailitan, jakarta. Sinar Grafika, 2008. Hlm. 53
[7] R. Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan. Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, (Bandung: Alumni, 2001) dalam ibid.
[8] Erman Rajagukguk. Pengertian Keuangan Negara Dan Kerugian Negara. Hlm.2. http://www.bahanskripsi.info/PERTANGGUNG-JAWABAN-DIREKSI-ATAS-KERUGIAN-PERSEROAN. diunduh tanggal 16 April 2011
[9] Robert W. Hamilton, The Law of Corporation, West Publishing Co, St. Paul, Minn, 1996 dalam Ridwan Khairandy, op cit Perseroan. 2008.
[10] C.S.T Kansil, Christine S.T. Kansil. op cit.  hlm 13.